Rabu, 31 Oktober 2012

.Pelajaran dari Toko Om Rudi ( Dimuat di Koran Wawasan, hiks sekarang tak ada kolom cerpen anak lagi )

..
Prolog

Atas permintaan beberapa kawans, sengaja saya posting cernak yang dimuat hari minggu kemarin. Tidak istemawa , sedeharna mungkin bagi teman- teman yang baca, tetapi sekedar info ketika membuat cernak ini memakan waktu berhari- hari, rombak sana- sini, bahkan beberapa menit sebelum mengirimkan ke Wawasan saya terpaksa mengganti nama tokoh utama yang sebelumnya Tiwi menjadi Dewi. Happy reading..

Pelajaran dari Toko Om Rudi

Sejak liburan kenaikan kelas yang lalu, Dewi bantu- bantu di toko kelontong milik om Rudi adik mamanya. Meski tidak terlalu besar, toko Omnya tergolong ramai. Maklum, hampir semua kebutuhan sehari- hari tersedia di toko yang letaknya di komplek ruko KENCANA INDAH. Selain itu, harga barang- barang yang tersediapun sedikit miring dibanding toko- toko lain yang tak kalah besar.

Hari pertama masuk kerja, Dewi disuruh Om Rudi melihat dan mengamati beliau melayani pembeli yang datang serta diberi tahu bermacam- macam nama, kegunaan jenis barang berikut harganya. Oiya, sedikit info, Dewi diminta bantu- bantu di toko Om Rudi karena beliau sering kewalahan melayani pembeli yang semakin hari kian ramai.

Dihari kedua, Dewi mencoba melayani bebarapa pembeli. Awalnya sedikit kaku dan  canggung. Maklum, pengalaman pertama. Tapi dasarnya Dewi anak yang cekatan, dihari ketiga masuk kerja,  Dewi sudah terlihat luwes melayani pembeli. Dan kelihatannya pembeli senang dengan pelayanan Dewi.

Berhubung Dewi masih sekolah dan pamannya yang ulet itu juga bekerja di kantor swasta, maka toko dibuka setiap pukul satu siang dan tutup menjelang maghrib

Suatu hari, karena banyak barang dagangan datang, Om Rudi tidak bisa menemani Dewi di depan toko seperti biasannya karena harus mengecek barang dagangan yang masuk dan letaknya di ruang tengah.

Sembari menunggu pembeli datang, Dewi membaca buku cerita anak yang dibawanya dari rumah. Baru beberapa lembar halaman terbaca, keasyikan Dewi membaca terpaksa berhenti karena ada Pak Heri menyapanya.

" Asalamualaikum Dewi" kata Pak Heri pemilik counter Hand phone sebelah.
" Walaikum salam ada yang bisa Dewi bantu Pak?"
"  Tukar ribuan lima ada Wi?"
" Oh maaf Pak, ribuannya kebetulan tidak ada"
" Yahhh..tidak ada ya Wi?"
" Iya Pak, maaf ya"

Selang beberapa saat setelah pak Heri berlalu, Om Rudi muncul, berdiri disamping tempat Dewi melanjutkan membaca buku cerita yang sempat terhenti .
" Tadi Pak Heri mau apa Wi?"
" Mau menukar uang Om"
" Terus Dewi kasih ?". Dewi membalas dengan gelengan kepala
" Lho sebelum mengecek stok barang, Om menyediakan beberapa pecahan ribuan di laci"
" Sebenarnya ada Om, tapi kan buat persedian kalau ada pembeli kita yang butuh kembalian"
Meski tidak berkata- kata, Dewi menangkap kalau Om Rudi tidak sepakat dengan tindakannya yang berbohong pada Pak Heri

Hari itu, Dewi benar- benar sendirian di toko karena Om Rudi ada acara setelah pulang dari kantor. Kali ini, toko tidak seramai seperti hari biasa. Sebenarnya ada beberapa orang yang hendak belanja tapi tidak jadi. Hal inilah yang membuat wajah Dewi tidak cerah seperti biasanya.

Sepanjang waktu menjaga toko, muka Dewi kusut dan muram.Sepanjang itu pula Dewi melamun memikirkan kenapa toko tidak seramai hari lainnya.

" Asalamualaikum Wi"
"Walaikum salam " Jawab Dewi lemah
" Kelihatannya murung ada apa Wi?"
" Maaf ya Om, hari ini toko sepi pembeli"
"Hhmmm….kenapa bisa begitu Wi?" tanya Om Rudi lembut dan hati- hati takut keponakannya bertambah sedih
" Sebenarnya ada beberapa sih yang hendak membeli tapi urung karena tidak ada uang kembalian"
" Kenapa tidak menukar uang di Pak Heri atau Pak Jakob pemilik toko sepatu?"
" Sudah Om, tapi kata mereka, mereka juga tidak punya persediaan uang kecil"

Suasana hening sejenak. Angin sore memainkan rambut sedikit ikal gadis berusia 11 tahun ini.
"Wi, sekarang kamu ingat kejadian dua hari yang lalu, ketika Pak Heri hendak menukar uang lima ribuan dan kamu bilang tidak ada?" tanya Om Rudi lembut. Dewi menjawab dengan menganggukan kepala.
" Wi, Jika kemarin kamu menolong Pak Heri, itu artinya kamu memudahkan urusan orang lain. Padahal kata orang bijak, Dengan memudahkan urusan orang lain, kita akan dimudahkan ketika menemui kesulitan lho"

Dewi mengangguk mantap. Menyepakati kata- kata Om Rudi. Dewi semakin betah, kerasan membantu menjaga toko Omnya  karena mendapat banyak pelajaran. "Terimakasih Om," kata Dewi lirih dalam hati.

Senin, 29 Oktober 2012

Manik- Manik yang Seindah Pelangi



Ketika Anak Indonesia Menolong Sesama
Judul Buku : Manik- manik yang Seindah Pelangi
Penulis :  Pemenang  Lomba Children Helping Tupperware 2009
Editor : Rani
Penerbit : Erlangga For Kids
Cetakan tahun 2010
                Ana tidak terlalu pintar di pelajaran menghitung dan menghapal tapi ia bisa mengusai  pelajaran Olahraga, Seni budaya dan Keterampilan. Ana mampu berlari secepat kilat, dia juga cepat menangkap jika diajari keterampilan.
                Suatu hari dengan mata berkaca- kaca Ana bercerita padaku kalau ia baru saja dipanggil Bu Guru karena menunggak SPP selama lima bulan.
                Sebagai sehabat, aku sedih jika Ana harus putus sekolah.
                Setelah berpikir keras, di hari libur aku mengajak  Ana  berkunjung ke rumah nenekku. Disana aku dan Ana diajari nenek bagaimana caranya membuat bros, gantungan kunci, tasbih, gelang dan kalung dari manik- manik. Ternyata kreativitas itu memang sangat berguna. Ana bisa membayar biaya sekolah dengan memanfaatkan kreativitasnya.
                Manik- Manik Yang Seindah Pelangi berisi kumpulan cerita anak- anak Indonesia menolong sesama.  Buku ini bisa menginpirasi pembaca agar lebih peka dengan teman- teman yang kurang beruntung.  Semoga.

Menulis dalam Kesederhanaan ( Kolom Sakpore, Suara Merdeka. Pantura )


Prolog

Awalnya saya kaget ketika seorang teman wartawan Suara Merdeka yang kebetulan bertugas untuk wilayah Kabupaten Tegal meminta saya menjadi narasumber untuk kolom Sakpore yang akan ditulisnya. Kaget karena dilihat dari sisi manapun, rasanya saya belum pantas. Apalagi kalau kacamatanya produktifitas karena 18 tulisan saya yang kebetulan dimuat media, itu saya dapat dalam kurun waktu yang cukup lama yakni dari tahun 2006 sampai sekarang. Saya baru mengiyakan mas pewarta, ketika dia bilang niatkan tulisan ini untuk memotivasi orang lain untuk menulis. Maka berikut saya bagikan sekilas profil saya, mudah- mudahan bermanfaat.

Slawi- Namanya cukup singkat dan mudah diingat, Sutono. Karena lahir di Adiwerna, kabupaten Tegal, maka dia menambahkan Adiwerna sebagai nama pena yang selalu ditulis di setiap karyanya. Sutono Adiwerna, demikian namanya itu dikenal

Nama Sutono Adiwerna pertama kali muncul di majalah remaja Islam nasional pada tahun 2007. Tulisannya waktu itu berisi curahan hati untuk mengambil hikmah di balik keterbatasan seseorang. Setelah itu, namanya kerap menghiasi berbagai media, lokal maupun nasional.

Tercatat, sekitar 18 karyanya berupa cerpen dan puisi dimuat di media- media tersebut. Selain itu, dia juga beberapa kali terlibat dalam proyek tulisan amal untuk kemanusian. Misalnya cerpen untuk penggalangan dana bantuan Jogyakarta dan tragedi Palestina.

Pria yang akrab disapa Tono atau Suto ini tercatat sebagai salah seorang pengurus Flp Tegal. Sebagian besar karyanya, mengangkat kehidupan kaum terpinggirkan, misalnya tukang becak, perempuan malam dan tenaga kerja wanita ( TKW )

"Salah satu karya yang berkesan adalah cerpen berjudul Warsih yang dimuat di majalah pendidikan Kabupaten Tegal." terangnya.

Warsih menceritakan tentang remaja putus sekolah yang terbujuk untuk menjadi TKW. Namun, menurut Tono, meski  hanya dibaca lingkup lokal Kabupaten Tegal, Warsih menjadi sangat berkesan karena menginspirasi para pelajar dilingkungan sekitarnya untuk mencermati cerpen.

Karya- karya pegiat Rumah Baca Asma Nadia itu lahir dalam kesederhanaan hidup yang di jalani sejak kecil. Sehari- hari dia bekerja sebagai pedagang koran di Kota Slawi, sejak pukul 07.30 hingga puku 15.00. Di sela- sela menunggu pembeli, ide- idenya sering kali mengalir.

" JIka punya ide, saya tulis secara oret- oretan di kertas seadanya. Lalu saya rapikan dan salin di kertas polio. Karena tidak punya komputer, lalu saya ketik lagi dirental komputer." ujar alumnus SMAN 3 Slawi itu.

Saat masih SD, di juga nyambi sebagai pedagan es keliling. Karena hobi membaca, dia kerap menerima majalah bekas sebagai alat pembayaran barang dagangannya. ( Suara Merdeka )

Nb. Untuk semua yang telah membuat saya ingin menulis..

Rabu, 24 Oktober 2012

Menjelajah Galaksi Cinta, Galaksi Kinanthi..

"Nanti, kalau kita ndak bersama lagi, terus kamu cari aku, kamu lihat saja kelangit sana, Thi. Cari bubuk penceng. Dibawahnya ada Galaksi yg tidak terlihlat . Namanya Galaksi Cinta. Aku ada disana"
Entah mengapa kata yang dilafalkan tokoh Ajuj kecil dalam novel Galaksi Kinanthi begitu membetot perhatian saya. Kata- kata ini juga saya jadikan kunci ketika tokoh utama dalam hal ini Kinanthi mengalami fase tragis seorang korban Traficking.

Membaca novel yang ditulis oleh Tasaro Gk ini, saya seolah kehilangan kontrol, imun atau apalah namanya. Jujur setiap membaca novel biasanya saya selalu bisa menyuruh kata hati agar jangan terlaru larut dalam penceritaan penulis. Tapi menyelami kisah Kinanthi pertahanan saya jebol. Berkali- kali saya memejam mata, melempar novel terbitan Salamadani ini dan menarik nafas panjang. Memejam mata ketika Kinanthi akan terperangkap dalam muslihat tokoh lain, membuang jika benar-benar tokoh Kinanthi terjerembab muslihat serta menarik nafas manakala Kinanthi lolos dari lubang jarum. Seberapa dahsyat novel yang dicetak pertama pada Januari 2009 ini?
 Seting Galaksi Kinanthi bermula di daerah Gunung Kidul Yogyakarta tahun 1980-an. Gunung Kidul yang miskin, kering baik geografis maupun ilmu. Dari sinilah semua orang menentang persahabatan antara Kinanthi dan Ajuj. Maklum Ajuj anak rois sementara Kinanthi anak penjudi, Ibunnya dikenal sebagai perempuan bawaleuan alias perempuan pembawa sial karena setiap orang yang menikah dengan simbok Kinanthi selalu meninggal dunia. Demi memisahkan mereka, orangtua Kinanthi terpaksa menukar Kinanthi dengan 50 kg beras. Dari Gunung Kidul menuju Bandung. Di sini Kinanthi bersahabat dengan Euis dan Gesit tapi kedua sahabatnya meninggal dengan cara tragis. Euis menghembuskan nafas terakhir ditangan perampok setelah dirampas uang dan kehormatannya. Gesit meninggal dengan gantung diri sehari setelah berusaha minta maaf pada Kinanthi karena sempat berniat merenggut kesucian Kinanthi yang masih kelas 2 SMP.Setelah kejadian tragis ini pak Edi ( yang membeli Kinanthi dari ortu) dan istrinya memperlakukan  Kinanthi seperti hewan. Diberi jatah makan dari nasi sisa belum lagi kekerasan Fisik. Dari kota kembang menuju Jakarta menuju Riyadh berlanjut ke Kuwait hingga akhirnya terdampar di AS. Dari tempat satu ketempat lain, dari satu kota ke kota lain, dari negara satu ke negara lain, Kinanthi tidak ubahnya barang yang mudah berpindah tangan setelah tawar menawar harga disepakati. Kinanthi juga diperlakukan seperti budak yang tak luput dari kekerasan fisik bahkan percobaan kekerasan seksual.
Kelebihan novel ini menurut saya pada diksi, alur, plot yang kuat serta konflik yang terjaga (
terutama 200 halaman pertama). Kelebihan lain...banyak. Seting tahun tahun 1980an melemparkan saya ke masa-masa awal di bangku sekolah dasar. Terutama tentang Yuyu, Saur Sepuh dan Undur- undur
Yuyu : Saya sering ikut - ikutatan mencari di tepi -tepi sungai yang berlumpur. Dan saya kesulitan membedakan mana jenis yuyu yang bisa di konsumsi atau yuyu lainnya
Saur sepuh ; Begitu sandiwara radio Saur sepuh di singgung penulis, saya jadi ingat siapa pengisi suara sandiwara yang begitu populer pada akhir dekade 80 an. Mulai dari Feri Fadli ( Brama Kumbara), Ely Ernawati ( Mantilli), Ivone Rose ( Lasmini), Crish Uspon ( Bentar), Novia Kolopaking ( Dewi Anjani). Saya ingat betul, setiap jam istirahat saya dan teman-teman kerap nebeng dengar radio di tetangga sekolah. Setelah itu kalau menuju kelas kami berteriak ciat- ciat ( biasanya di lafalkan Mantili si pedang setan) atau menirukan suara Brama Kumbara menunggang kuda.
 undur-undur : Ketiaka itu ada tetangga sepuh yang kakinya bengkak, sulit jalan, latah yang suka menelan serangga ini hidup-hidup. Bagi saya hal ini sangat menakjubkan. Sekarang saya tahu Undur-undur di jadikan obat alternatif Diabetes Melitus ( Terlepas benar atau tidak)
Kelebihan lain novel ini sangat humanis. Semua tokoh mempunyai dua sisi berbebedadan keberubahan karakter di buat penulis dengan logis, masuk akal. Misal ayah Ajuj yang rois sombong bahkan di tangkap basah sedang berzina hal ini disebabkan ketika memimpin ritual ibadah si rois kerap melakukan praktek ibadah yang mendekati musyrik.
 Meski diakhir-akhit bab, alur tidak secepat pada bab awal saampai tengah, tetapi bukan berarti kehilangan daya kejut. Misal, Kinanthi yang lahir muslim ketika di Riyadh, Kuwait, AS berjilbab di bab akhir Kinanthi berubah menjadi tokoh yang kehilangan keyakinan padahal ketika di AS ia di tolong oleh dua aktifis muslimah asal Indonesia dan Mesir.
Terakhir  benar  kata DEE novel Galaksi Kinanthi membahas cinta, sosial, persahabatan dan spritual pada persinggungan yang pas.

9000 Bintang. Ketika Pipiet Senja Menulis Teenlit..



Prolog. Saat menulis resensi ini, sebenarnya hendak tak ikut sertakan lomba menulis resensi buku- buku Pipet Senja setahun yang lalu. Tapi karena kala itu, saya masih belum bisa mengirim email dengan atachmen ( buka kartu. com ) saya tak tahu apakah resensi saya masuk penilian atau tidak. Untungnya, berhubung ndak ada komputer, saya selalu menyimpan tulisan- tulisan di blog pribadi. Dari sinilah Bunda Pipiet Senja tak sengaja membaca postingan saya di blog dan kata beliau sangat terharu dan akan menghadiahi buku saya buku yang memoar yanga akan ditulisnya. Dan alhamdulillah pagi tadi, buku OBAT, orang bilang aku teroris telah dalam genggaman. Sengaja saya posting resensi novel berjudul 9000 Bintang ini, semoga bermanfaat...


Judul Buku: 9000 Bintang
Penulis     : Pipiet Senja
Penerbit    : Cakrawala Publishing, Jakarta
Cetakan    : Pertama, Desember 2004
Genre       : Fiksi Islami


9000 Bintang mengisahkan tokoh bernama Reza Siregar, remaja tampan berusia belasan tahun. Kedua orang tuanya tengah bermasah. Mardo ayahnya selingkuh dengan perempuan lain yang usianya sebaya dengan Zakiyah ( kakak Reza ). Padahal, sang ibu tengah mengidap penyakit lever. Dengan alasan masa depan, Reza dipaksa tinggal dengan Mardo dan Maria Fransisca ibu tirinya yang kebetulan tinggal dengan Laloan keponakan Maria Fransisca yang judes, angkuh dan sombong. Ditempat tinggal barunya Reza sering di lecehkan, di fitnah oleh Laloan. Sementara Mardo selalu membela Laloan yang sebenarnya bersalah.

Disekolah, sebagai siswa baru Reza harus menghadapi perlakuan tidak mengenakan dari Edo cs. Meski kondisi dirumah dan di sekolah tidak mengenakan, sekuat mungkin Reza agar tidak gagal  dalam study. Dan usaha keras Reza membuahkan hasil dengan menjadi peringkat ke 3 dari seluruh siswa kelas 1 SMU  saat raport kenaikan kelas dibagikan.

Ketika perjalanan ke kota setelah memperlihatkan nilai gemilang  dan piagam  ke sang mama di kampung, dalam bus yang ditumpangi  ada menuduh Reza sebagai penjambret karena kelicikan penjambret sebenarnya. Tubuh Reza malah dipukul, ditendang, dihajar oleh massa hingga pingsan. Untung Lubenah dan Tuginah menyelamatkan dan merawat Reza. Dan dari sinilah Reza menyaksikan selaksa derita anak manusia.

Tuginah yang terbujuk rayuan hidung belang, Didot yang disodomi bos  preman , Lilis yang diperkosa ayah kandungnya, Ninok si penjambret cilik yang gantung diri gara-gara ditagih SPP dan lain-lain. Dari sinilah Reza sadar bahwa selama ini perang sabil antara dirinya dengan papa dan keluarga mama tirinya tidak seberapa dibanding penderitaan anak-anak dikawasan penghuni Gang Molek.

Kata orang, penulis yang baik adalah penulis yang bisa detail dan lebur dengan karakter yang ditulisnya . Dan ketika saya menyelami novel yang di terbitkan Cakrawala Publishing ini, saya menemukan banyak istilah bahasa prokem yang biasa digunakan remaja masa kini, ada juga istilah - istilah yang biasa digunakan anak-anak remaja penghuni kawasan kumuh khas pinggiran kota yang jenderung sarkatis. Seandainya dalam buku tersebut tidak tercantum nama Pipiet Senja, mungkin saya tidak tahu bahwa beliau penulisnya. Maklum sebelum novel 9000 Bintang ini, beberap buku beliau seperti Tembang Lara, Namaku May Sarah, Sutra Ungu, Pilar Kasih, Rembulan Spasi dan lain-lain kebanyakan menyuarakan ketegaran perempuan, kesabaran menghadapi penderitaan, dan kesedihan yang cenderung melow dan bahasa yang indah.

Saya sedikit kecewa karena seting, plot di Gang Molek hanya muncul dibab- bab akhir novel ini. Tapi sebagaimana Teh Pipiet menulis dengan hati dan semangat tingkat tinggi diantara jadwal rutin cuci darahnya, membuat saya terlarut dengan kisah Reza dalam 9000 Bintang. Dan entah mengapa setiap saya membaca karya Teh Pipiet, saya selalu teringat  kata pengantar novel Namaku May Sarah, yang pengantarnya ditulis oleh mba Helvy Tiana Rosa. Berikut kutipannya. " Ketika perjuangan May Sarah  tuntas anda baca, perjuangan Pipiet Senja  menghadapi Talasemia-nya belum usai. Ia masih menjalani operasi , cuci darah sambil mengira-ira berapa bukukah yang harus ia tulis untuk membiayai operasi sepanjang hidup?. Ah, suatu hari, Allah, saya harus setegar perempuan ini. Pungkas HTR.

Ya. Kita, anda, saya memang harus banyak belajar dari beliau, kalau ingin setegar Teh Pipiet Senja.

Selasa, 23 Oktober 2012

Rose, Ketika Menghadapi Tekanan dengan Senyum

Rose, Ketika Menghadapi Tekanan dengan Senyum

oleh Sutono Suto pada 26 April 2012 pukul 14:42 ·

Judul Buku : Rose
Penuli        : Sinta Yudisia
Penerbit     : Afra Novela, Indiva, Solo
Penyunting : Mastris Radyamas
Cetakan      : Pertama, Januari 2012
Harga         : 38.000


Novel Rose, mengisahkan keluarga Bu Kusuma, singel parent dengan empat anak gadis yang memiliki karakter berbeda. Dahlia, si sulung. Cantik, lembut, tegar tapi pemaaf. Cempaka, paling cantik diantara semua anak Bu Kusuma. Kehilangan   sosok ayah untuk selama- lamanya  membuat Cempaka mencari sosok yang ia cintai dengan bergaul dengan banyak teman laki- laki. Mawar, putri ketiga Bu Kusuma. Tomboy tapi memiliki hati putih dan terakhir Melati, si bungsu punya tabiat manja dan kolokan tetapi tumbuh menjadi gadis yang salehah

Konflik bermula dengan ketidak senangan Mawar melihat kakaknya, Cempaka yang sering dikunjungi teman- teman prianya hingga larut malam. Berbagai upaya, Mawar lakukan agar Cempaka sadar bahwa kebiasaanya tidak sesuai dengan adat ketimuran.

Karena tidak ingin terus menerus bertengkar dengan adiknya, Cempaka memilih meninggalkan rumah dan tinggal tidak jauh dari radio Salsa tempatnya bekerja menjadi penyiar part time

Konflik memuncak ketika Cempaka hamil dan belum menikah. Rumah yang mereka tempati nyaris di sita Bank karena hutang- hutang untuk biaya pengobatan Sang Ayah di rumah sakit belum dilunasi. Disinilah Mawar memilih mengorbankan kuliahnya demi merawat bayi Cempaka. Sementara Cempaka sendiri melenggang mengejar karir menjadi penyiar terkenal. Tidak hanya itu, Mawar juga beternak ayam demi membiayai kuliah Melati yang ingin menjadi dokter.

Pengorbanan Mawar teruji ketika Cempaka yang telah menggenggam sukses hendak mengambil kembali Yasmin yang semula ia benci. Melati akan dipinang lelaki mapan dan saleh sementara dirinya masih menunggu datangnya pangeran saleh yang sepertinya mustahil.

Novel bersetting di Yogya ini, mengajarkan kita untuk tetap tersenyum meskipun seringkali tekanan demi tekanan membuat jiwa ini hancur. Selain itu, novel yang di tulis mantan ketua Flp Tegal ini bertaburan kata- kata yang layak untuk di renungkan contohnya;1 Rezeki ukurannya bukan hanya duit. 2. Bersandar pada Tuhan menemukan jalan, bersandar pada manusia menumbuhkan kehinaan. 3.  Kalau kita taat sama Allah, kesulitan itu akan mudah diatasi. Dll

Buku dihadapan anda, sangat layak baca. Selain kisahnya yang mengaduk- aduk emosi pembaca, covernya menarik dan terlihat elegan. Oiya saya sarankan jika ingin meminjamkan novel bagus ini kebanyak orang, sebaiknya di sampuli plastik dulu ya, karena kovernya mudah sekali tergores terutama bagian tepi jilid.

Tante Hesti

Cerpen Sutono Adiwerna (Suara Merdeka, 2 September 2012)
Ilustrasi Kak Jo
Seminggu lalu, ayah menikah dengan Tante Hesti. Meski cantik dan menurut ayah orangnya baik, tentu saja aku tidak senang mempunyai ibu baru. Bagiku posisi mendiang bunda tidak bisa diganti oleh siapapun.Aku semakin tidak suka dengan Tante Hesti begitu kabar ayah menikah lagi  tersebar hingga ke sekolah
"Ih, kalau aku sih nggak mau punya ibu tiri" ucap Vito, begitu melihat  aku memasuki ruang kelas
"Iya, aku juga. Ibu tiri kan jahat" sahut Dodi teman sebangku Vito, tak mau kalah. Kalau saja bel tanda masuk disusul kehadiran Bu Endah, mungkin aku masih akan mendengar sindiran dua temanku yang memang terkenal nakal dan usil.
Sepanjang pelajaran Sains berlangsung, aku tidak begitu konsentrasi mendengar penjelasan Bu Endah tentang Penguapan dan Penyubliman Zat atau Benda. Yang bermain dikepalaku adalah kata- kata Vito dan Dodi bahwa ibu tiri itu tidak ada yang baik. Ibu tiri itu jahat. Tapi benarkah Tante Hesti seperti itu?
Selama seminggu tinggal serumah, Tante Hesti tidak pernah marah, jarang sekali menyuruh- nyuruh, apalagi mencubit atau memukul, seperti yang di lakukan ibu tiri dalam dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih kesukaanku. Padahal aku tak berusaha menyembunyikan ketidak sukaanku pada Tante Hesti. Aku sering acuh tak acuh saat diajak ngobrol Tante Hesti. Ketika ayah menegur  aku, justeru Tante Hesti yang menengahi agar ayah lebih sabar. Ketika aku mengatakan masakan Tante Hesti tak selezat masakan bunda, Tante Hesti juga tidak protes. Tante Hesti juga santai, meski sudah resmi menjadi istri ayah, aku masih enggan memanggilnya Ibu, mama atau sebutan lainnya.
            "Awalnya aja terlihat baik, nanti dua minggu atau satu bulan kemudian, dia akan berubah menjadi monster jahat yang menyeramkan. Hiiii" itu kata Vito terakhir sebelum Bu Endah memulai pelajaran Sains.
Mungkinkah seminggu kedepan Tante Hesti akan berubah jahat seperti kata Vito ? Bisikku dalam hati, tentu saja mataku  pura- pura menyimak penjelasan Bu Endah
Aku resah. Di luar langit mendung. Awan hitam menggumpal- gumpal, Bu Endah belum juga mengakhiri pelajaran. Padahal lima menit lalu bel tanda pulang sudah berdentang.
Pagi tadi, Tante Hesti sudah mengingatkan agar aku membawa payung atau jas hujan. Tapi aku tak mengindahkan nasehat Tante Hesti bahkan pagi tadi aku berangkat sekolah tanpa berpamitan terlebih dahulu. Maklum ayah sedang dinas di luar kota jadi, aku bisa bertindak sesuka hatiku.
Bresss...!! Hujan turun deras, setelah Bu Endah menutup pelajaran. Vito, Dodi, dan teman- teman lainnya memakai payung atau jas hujan masing- masing. Sementara aku hanya bisa berdiam diri sambil berharap, hujan segera mereda. Memang sih, ada beberapa yang menawari turut serta, tapi aku menolak dengan halus.
5 menit,  10 menit, 15 menit, hujan belum juga berhenti. Sekolah benar- benar telah sepi. Mungkin tinggal Pak Ujang penjaga sekolah yang sedang sibuk di dapur sekolah. 
Aku tidak mungkin menerobos hujan karena aku mudah terserang flu dan batuk jika terkena air hujan. Belum lagi tas, sepatu, seragam, dan buku- bukunya pasti basah dan rusak jika terkena guyuran hujan.
            Aku memeluk erat tas punggung berwarna hitam di dada. Setiap kelas biasanya dikunci Pak Ujang menjelang sore hari. Bibirku  komat- kamit berdoa agar hujan reda, sementara mataku setengah memejam. Ditengah doaku, sebuah tangan lembut menyentuh pundak
"Hmm. Coba, Damar menuruti kata Tante agar bawa payung atau jas hujan, jadi kamu ndak seperti anak hilang seperti ini" gurau Tante Hesti, sambil tersenyum. Mataku berbinar senang. Reflek tubuh mungilku  memeluk Tante Hesti yang tengah menenteng payung besar, berwarna hitam.
"Makasih ya Tan, eh, Mama" kataku lirih. Tapi aku yakin suaraku terdengar oleh telinga Tante Hesti.

My Books



Judul Buku      : BAJU UNTUK LILI
(Kumpulan Cerita Anak Pilihan)
Penulis               : Sutono Adiwerna
Penerbit                : Puput Happy Publishing
Cetakan                : Cetakan Pertama, September 2012
Isi                         : iv + 65 Halaman; 13 x 19 cm
ISBN                   : 978-602-18504-7-3
Harga                   : Rp 21.000,-

Sinopsis
Ana cemberut mukanya masam. Bibirnya yang mungil sedikit lebih maju dari biasanya. Matanya memanas, nyaris mengeluarkan air mata. Lemari baju yang ada di depannya hampir kosong karena sebagian isinya bergelatakan di lantai keramik putih.
Rupanya baju kesukaan Ana secara diam- diam oleh mamanya diberikan ke Lili anak tukang kue. Ana Marah pada mamanya. Mengapa baju yang diberikan untuk Lili baju pink kesukaannya bukan baju lain yang sudah tidak terpakai? Mengapa harus baju pemberian kakeknya lebaran tahun lalu?
Meskipun sudah diberi pengertian kalau memberikan barang kepada orang lain harus barang terbaik, Ana tetap berniat meminta kembali baju tersebut. Tetapi sesampainya di rumah Lili yang mungil, Ana mendengar percakapan antara Lili dan Ayu adiknya. Kedua bersaudara itu, ternyata sudah tak memunyai baju bagus.
Apa yang akan dilalukan Ana terhadap Lili dan adiknya?
Baju untuk Lili merangkum 12 cerpen anak pilihan. Ditulis dengan bahasa sederhana, mengalir, tetapi sarat makna. Selamat membaca. ^_^
“Bagi Ibnu Sina, seni akan melembutkan hati anak-anak agar mudah menyerap kebaikan. Bacakanlah  kisah-kisah penuh hikmah karya Sutono ini kepada anak-anak, seperti  I Love You Ayah atau Sebuah Kejujuran. Memberikan makna, insya Allah …..” (Sinta Yudisia, penulis 40 buku, calon psikolog)

 “Cerita yang sederhana, mengena dan memberi  makna pada pembaca anak. Khas sekali gaya penulisannya” ( Ali Muakhir, penulis cerita anak produktif  )

 “ Memikat dalam kesederhanaan itulah kesan yang saya tangkap dalam gaya bercerita yang ditulisnya. Ia begitu cermat memilih diksi yang tak sembarangan. Sehingga pesan yang disampaikan baik tersirat maupun tersurat mudah dipahami bahasa anak. Dalam takaran ini, Sutono Adiwerna bisa dibilang berhasil memposisikan diri sebagai penulis cerita anak “ ( Ali Irfan, Guru sebuah SDIT, ketua Flp Tegal dan Sekjen Flp Wilayah Jateng )

 “Cerpen- cerpen dalam buku ini, idenya sederhana, bahasanya biasa, tapi alur ceritanya mengalir dan pembaca anak saya yakin dengan mudah menangkap pesan moral yang ingin disampaikan penulisnya. Menasehati tanpa menggurui . Disitulah kekuatan cerpen anak yang ditulis Sutono Adiwerna. Ini buku bagus”. ( Nening S Mahendra, Penulis )

Lima tahapan menjadi penulis

Nama Naning Pranoto tidak asing lagi di dunia kepenulisan terutama bagi teman- teman yang pernah berpartisipasi event atau lomba cipta cerpen remaja yang diadakan Rohto Group. Ya penulis cerpen dan novel yang kerap membagi ilmu kepenulisannya ke sekolah- sekolah ini adalah salah satu juri lomba kepenulisan yang pesertanya mencapai 8000 pada tahun 2011 lalu. Menurut beliau, untuk mejadi penulis kita harus melewati lima tahap.

Dan tahapan untuk menjadi penulis ini  , saya sari dari tabloid Nova edisi tanggal 28 Mei 2012. Semoga berkenan, semoga bermanfaat.

Tahap Perama. Meliputi tekad mantap dan mau melakukan praktek menulis secara berkesinambungan, banyak membaca, banyak bergaul dan bersosialisasi untuk menyelami kehidupan yang lebih baik, mempelajari bahasa dengan memahami kosakata sebagai media menulis, mempunyai sarana untuk menulis ( kalau ndak ada lepi, komputer, buku tulis atau kertas belanja plus alat tulis pun jadi ), bertekad kuat menulis karya bermutu

Tahap Kedua. Meliputi materi yang akan ditulis. Maksudnya hendak menulis fiksi ataukah nonfiksi

Tahap ketiga. Menulis yang baik. Artinya menulis dengan penggunaan kata, kalimat, tanda baca yang baik serta bahasa yang enak dan menyentuh. Untuk tahap itu, anda bisa belajar dengan lembaga kepenulisan atau bisa juga melalui buku- buku teori creatif writing

Tahap Keempat. Menyosialisasikan karya. Salah satu cara yang paling sederhana, murah adalah dengan membuat blog atau catatan di laman Facebook.

Tahap Kelima. Mempromosikan buku. Jangan biarkan buku anda berjuang sendiri di toko buku. Caranya dengan memanfaatkan media sosial seperti FB, Twiter ataupun Sms.

Oiya pesan dari Bu Naning, untuk menjadi penulis, jangan buru- buru berpikir soal honor dari tulisan. " Nama tenar dan materi hanya imbas dari profesi sebagai penulis yang penting cobalah berkarya dulu "

Empat puluh hari diamanahi toko besi

       Kejadian ini terjadi sekitar  tahun 2007, saat saya masih bekerja sebagai karyawan  toko besi, matrial bangunan di  Slawi, Tegal.
          Saat  bapak dan ibu pemilik toko tempat saya bekerja hendak menunaikan ibadah haji  toko sedang berkembang maju hal ini menyebabkan majikan saya memutuskan toko besi tetap buka selama keduanya berada di Mekah. Sebelum bertolak ke sana, keduanya berpesan kepada saya agar  menjaga toko dengan baik, tidak memperbolehkan pelanggan hutang selama keduanya belum pulang. Kata keduanya lagi, selama 40 hari saya akan dibantu adik- adik pemilik toko.
          Minggu pertama ditinggal pergi berhaji, saya tidak mengalami kendala berarti karena ketika bapak dan ibu pemilik toko di rumahpun saya sering menghadapi pembeli sendiri. Baru minggu- minggu berikutnya saya merasakan bahwa menjalankan amanah itu tidak mudah  terlebih dipercaya mengelola toko besi ber-omset jutaan setiap harinya.
          Kakak atau adik pemilik toko yang seharusnya membantu, jarang sekali datang  ke toko. Sekalinya berkunjung pasti ujung- ujungnya meminta uang. Untungnya uanga yang diminta untuk keperluan seperti bayar pajak toko, listrik, telepon dll sehingga saya tinggal mencatat uang yang terpakai.
          Pernah juga kerabat saya yang hendak berhutang semen senilai dua ratus ribu. Karena sudah di wanti- wanti ndak boleh melayani hutang, saya ngomong baik- baik, tapi kerabat saya tetap marah dan memusuhi saya.
          Saat itu, selain bekerja di toko besi, saya juga kursus computer setiap jumat dan sabtu sore. Saat itu saya butuh sekali uang untuk bayar uang praktek  sementara saya tidak punya uang sama sekali. Sempat terlintas otak –atik laporan hasil penjualan. Alhamdulillah hal itu tidak jadi saya lakukan. Saya ingat pesan mendiang ibu saya “Sebesar apapun uang kalau di dapat dari cara haram tidak akan membuat hidup tenang .
          Godaan lainnya, saat ditinggal haji saya juga mendapat tawaran bekerja di sebuah mall. Sebuah peluang pekerjaan yang tidak memerlukan tenaga kasar.Tentu saja  dengan halus saya tolak karena sudah diamanahi.       
          Sekarang saya sudah tak lagi bekerja di sana. Tapi kenangan mengelola sendiri toko besi tak akan pernah terlupa.
NB. Tulisan ini dimuat di majalah Tarbawi 281,Sept 2012

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna