Senin, 07 Oktober 2013

Inmemoriam SN.Ratmana



                Saya mengenal penulis novel sejara’Ketika Tembok Runtuh dan Bedil  Bicara’ ini sekitar tahun 2006. Beliau, SN. Ratmana beberapakali di undang ketua  Forum Lingkar Pena ( Flp )Tegal saat itu, Mba Sinta Yudisia, terkadang untuk acara formal yang melibatkan peserta non Flp terkadang diundang khusus untuk memberi semangat calon-calon penulis yang tergabung di Flp Tegal.
                Suatu hari, ketika saya tahu di Tegal ada kantor majalah pelajar ‘Kandela, meluncurlah saya ke alamat Kandela. Sesampainya di sana, saya sangat senang, bahagia karena di Kandela saya bertemu kembali dengan Pak Suci ( nama asli beliau Ratmana Suciningrat )yang kala itu menjabat sebagai Dewan Pembina majalah yang diterbitkan oleh Dewan Pendidikan Kota Tegal ini.
                Karena Kandela buka hanya sampai jam 14.00wib, sedang saya waktu itu masih berkerja di toko besi, jadilah kalau saya ingin main ke Kandela untuk mengirim tulisan atau bertanya-tanya tentang dunia literasi, sejarah Indonesia dari masa penjajahan hingga era revolusi ke Pak Suci terpaksa saya harus bolos kerja.
                Dari sinilah saya terkadang berkunjung ke rumah beliau untuk sekedar curhat kalau betapa susahnya menulis dan mengirimkan cerpen ke media. Pernah saya dipinjami beliau buku terbaiknya, Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Bicara. Ohya, mungkin karena sudah sepuh, konon, beliau selektif menerima tamu dan harus ada janji dahulu sebelumnya. Entah mengapa, kalau saya dan teman-teman Flp Tegal berkunjung, beliau selalu welcome, menyambut seperti teman lama yang lama tak bersua.
                Di awal tahun 2009, ketika Flp Tegal berusaha bangun dari tidurnya, Pak Suci adalah penulis pertama yang mengisi open rekrutmen anggota baru. Kau tahu? Dari open rekrutmen ini, Ali Irfan yang baru bergabung, dua minggu kemudian terpilih menjadi ketua Flp Tegal. Alhamdulillah, pilihan kami tak meleset. Di tangan Ali Irfan ( sekarang sekretaris Flp wilayah jateng ) Flp Tegal mulai unjuk gigi, dikenal publik kota dan kabupaten Tegal.
                Tahun 2010, ketika Flp Tegal bermaksud membuat buku kumpulan cerpen, Pak Suci dengan senang hati menyanggupi ketika kami minta untuk memberi kata pengantar buku berjudul  ‘Akulah Pencuri Itu’. Di tahun ini pula kami sepakat mengangkat Pak Suci menjadi Dewan Penasehat Flp Tegal bersama Pak Gusni Darajatun.
                Tahun 2011, Flp Tegal dipercayai Pak Suci untuk membantu menerbitkan naskah berisi novelet Lolong dan kumpulan cerpen berjudul Lelaki Lansia. Alhamdulillah meski melalui proses yang panjang, berliku, buku berjudul Lolong Lelaki Lansia  terbit. Dan launchingnya menghadirkan Prof Abu Suud dan sastrawan Kurnia Effendi. Kau tahu? Acara launching ini di liput berbagai media termasuk Kompas dan Seputar Indonesia.
                Waktu terus bergulir, sesekali kami sering berkunjung ke rumah Pak Suci. Terakhir  bulan Februari 2013. Di pertemuan terakhir ini, Eyang kami, Bapak kami, Kyai kami, Guru kami terlihat begitu kurusnya. Intonasi suaranya yang dulu semangat, semakin lirih tak terdengar. Sebentar-bentar beliau ijin ke belakang untuk buang air besar. Mungkin karena tak enak, Pak Suci meminta Bu Ita ( putri sulung beliau ) untuk gantian menemani kami.

                Jumat, 4 Oktober,  sekitar jam 9 pagi, penulis santun ini menghembuskan nafas terakhirnya. Selamat jalan Pak Suci, Selamat jalan penulis santun dan halus perangai. Banyak doa dari kami. Semoga Allah menyediakan Jannah untukmu. Amiin.

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna