Senin, 27 Januari 2014

Janji Danang

Cernak di Radar Bojonegoro, edisi minggu 19 Januari 2014. Cerpen pertama di tahun ini, semoga menyusul cerpen-cerpen saya berikutnya. Amiin

Jumat, 24 Januari 2014

Adelia, Bagus dan Bulan

Judul buku : Di bawah naungan cahaya-Mu
Penulis       : Desi Puspitasari
Tahun terbit : September 2007
Tebal buku : 192 halaman
Harga : 32.500
Penerbi : Hikmah, Mizan Bandung

"Memiliki pijakan kuat pada realitas, novel ini menjawab kerinduan saya" Gunawan Maryanto, penulis dan sutradara teater

Di bawah naungan cahaya-Mu berkisah tentang Adelia, tentang Bagus yang sama-sama mengagumi dan merindukan bulan. Adelia sering naik genting agar bisa bercakap dan belajar bersama bulannya. Sementara Bagus membuka tirai jendela kamarnya agar bisa memandang bulan sambil belajar.

Rembulan, bagi Adelia, mempunyai makna lebih dari sekadar benda bulat di langit yang bersinar terang. Ciptaan Allah yang elok itulah yang selalu memberikan penghiburan kepada dirinya yang sedang dilanda gundah. Keluarganya berada di ambang keretakan. Ayahnya menjadi pecandu alkohol setelah kehilangan pekerjaan. Akibatnya, ibu Adelia tak tahan dan berniat untuk bercerai.

Jika Adelia tumbuh ditengah keluarga yang bermasalah, Bagus hidup ditengah ayah-bundanya yang harmonis. Ada jalinan apakah antara Adelia, Bagus dan Bulan?

Selain novel Kutemukan Engkau di Setiap Tahajudku, seingat saya novel Di bawah naungan cahaya-Mu adalah karya Desi Puspitasari yang kemudian diangkat ke layar kaca berupa FTV Ramadan oleh sebuah televisi swasta.

Membaca kisah Adelia saya seolah sedang membaca perjalanan hidup saya sendiri. Sama seperti halnya Adelia, ketika SMU saya juga nyaris tak pernah ke kantin karena tak punya uang saku

Sama halnya dengan Adelia juga, dulu,dulu sekali bapak saya juga suka ngombe. Saya merasa seperti halnya Adelia ketika secara tiba-tiba bapak berujar ingin salat. Padahal beliau biasanya hanya salat setahun 2 kali yakni pada Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.Dan alhamdulillah sampai sekarang bapak istiqomah, semoga terus berlanjut hingga beliau dipanggil-Nya. Amiin.

Bisa jadi ketika dibaca orang lain, mereka akan menemukan kekurangan dengan novel ini, tapi bagi saya novel ini begitu personal, filmis dan sarat hikmah. Saya bersyukur bisa membaca dan memiliki buku ini, saya juga berterimakasih pada penulisnya karena menulis novel Di bawah naungan cahaya-Mu. Ohya, sekarang novel ini republish dengan judul yang sama tetapi di terbitkan penerbit Bunyan, Harga 34.000


Kamis, 23 Januari 2014

Inmemoriam Shinta Ardjahrie..

Pekenalan saya dengan muslimah tegar, kuat dan berjiwa sosial yang tinggi ini sebenarnya sekitar tahun 2009-an tepatnya saat acara munas Flp ke 2 di Solo. Saat itu saya mewakili Flp Cabang Tegal, sementara Shinta mewakili Flp Purwokerto yang saat itu diketuai sdra  Froz. Namun baru sekitar tahun 2011-an saya kenal akrab. Shinta banyak sekali membantu kegiatan Flp Tegal dan RBA Tegal yang kebetulan saya bergabung di dalamnya.

Shinta pula yang buanyak membantu hingga acara Launching buku sastrawan angkatan 66, Almarhum SN Ratmana berlangsung lancar dan sukes. Shinta yang menghubungkan teman-teman Flp Tegal dengan sastrawan asal Slawi, Kurnia Effendi. Shinta pula yang gencar berpromo ke radio-radio baik di kabupaten Tegal maupun kota Tegal. Yah selain cinta buku, aktif di kegiatan sosial, Shinta juga penyiar radio di kota Purwokerto.

Shinta yang saya kenal punya jiwa sosial yang tinggi. Di akun FB atau blognya Shinta sering terlibat dengan kegiatan bedah rumah, relawan jika di sekitar Purwokerto ada bencana alam. Masih ingat kisah Tasripin? jauh sebelum menasional, Shinta dan teman-teman lebih dulu bertemu dengan Tasripin, kemudian menulis kisahnya di media sosial

Shinta itu, dekat sekali dengan Almarhum Bapaknya, di blognya, Shinta pernah bercerita kalau kecintaannya pada dunia literasi menurun dari bapaknya yang juga pengkolektor buku, baik buku keagamaan maupun buku kesastraan. Di blognya Shinta juga pernah menulis kalau dia sangat, sangat kangen dengan mendiang bapaknya. Kangen teguran "Nduk, kowe kok ora kesel bolak-balik Tegal- Purwokerto, naik gunung?". Shinta juga kerap mendengarkan lagu Titip Rindu Buat Ayah-nya Ebiet atau lagu Ayah-nya Peterpan kalau sedang didera kangen dengan sosok bapaknya.

Dan Saat langit gelap pagi tadi, tiba-tiba saya mendapat sms yang menghentak dari seorang teman. Innalillahi wa innalillahi rojiun. Rombongan Laziz Mafaza peduli ummat,yang akan ke Pamanukan sebagai relawan banjir mengalami kecelakaan di Larangan. Kecebur saluran iragasi. Shinta Ardjahrie wafat. Empat luka.

Selamat Jalan Shinta, Selamat Pulang.

NB..foto-foto kegiatan Flp Tegal ini, yang ngambil gambar almarhumah Shinta.



Rembulan dan Contest Story Telling.



Judul Buku : Menggapai Rembulan
Penulis : Ridwan Abqary
Penerbi : Nyonyo, Penerbit Andi, Yogyakarta
Thn Terbit : 2013
Harga : Rp.24.000
          Rembulan Safitri atau biasa dipanggil Bulan adalah anak penjaga makam dan tukang cuci pakaian. Meski anak orang tak punya, Bulan yang selalu masuk peringkat 5 besar di kelas mempunyai cita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya.
          Suatu hari, Bu Lusi memilih Bulan dan Galih untuk mewakili sekolah pada contest Story Telling atau lomba bercerita dalam bahasa Inggris yang akan diadakan sebulan mendatang. Sayangnya, hal ini membuat salah satu teman Bulan yakni Delia yang pernah tinggal di luar negeri tak senang karena dirinya yang anak orang kaya hanya ditunjuk sebagai cadangan  Bulan yang hanya anak penjaga makam
          Bulan tak menghiraukan ketika Delia meminta dirinya mengundurkan diri menjadi peserta Story Telling. Tapi Bulan tak bisa berbuat banyak ketika Abah dan Emaknya terpaksa meminta Bulan berhenti sekolah dan menjadi pembantu rumah tangga
          Bagaimana kisah selanjutnya? Berhasilkah Bulan menggapai cita-cita untuk terus sekolah? Jadikah Bulan menjadi wakil sekolah di contest Story Telling?. Teman-teman baca sendiri bukunya ya..
          Oh ya membaca novel karya Kak Ridwan Abqary mengajarkan kita agar terus berjuang, semangat dalam meraih cita-cita, mematuhi nasehat dan perintah orang tua dan mengasihi saudara-saudara kita. Selamat membaca..


Selasa, 14 Januari 2014

Review 3 Anak Badung

Judul Buku : 3 Anak Badung
Penulis : Boim Lebon
ISBN : 978-602-8277-82-2
Penerbit : Indiva, Solo
Tebal/Ukuran : 192/19cm
Harga :Rp. 25.000

Cerita yang mengharu biru dan menyentuh. “semoga cerita ini bias menjadi Ibroh bagi para Ibu dan anak-anak di negeri ini. ( Ustad Jefri Al Buchori, Alm )
            Kisah 3 Anak Badung bermula deriseorang ibu muda bernama Bunga Cinta Lebay ( BCL ) atau biasa dipanggil MpokBung, yang suaminya sudah tiga kali lebaran tak ada kabar berita. Karena putus asa dan sakit hati dengan sang suami, dengan terpaksa BCL mengajak ketiga anaknya Mola ( 7th ), Rama ( 6th ), dan Reh ( 4th) naik kereta api jurusan Jakarta-Yogya. Agar tak ditariki tiket, Mpok Bung dan anak-anaknya berpura-pura menjadi pengamen. Meski dengan berat hati, karena merasa tak sanggup bisa menghidupi diri dan ketiga anaknya, Mpok Bung meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu di gerbong kereta api.
            Sepuluh tahun kemudian, ketiga anak tersebut tumbuh menjadi remaja dengan karakter berbeda satu sama lainnya. Mola,si sulung lemot dan mudah lupa. Rama, si tengah mudah emosi tapi paling bijak.Reh, si bungsu suka tidur sembarang tempat.
            Kisah semakin seru ketika ketiganya pulang ke Jakarta untuk mencari kembali Mpok Bung. Suatu saat, ketiga anak badung tersebut terpisah-pisah. Mola dan Rama bertemu dengan Bang Sofwan sopir truk yang taat ibadah, sementara si bungsu Reh harus berurusan dengan preman dan Bandar narkoba.
            Bagaimana kisah selanjutnya? Dapatkah ketiga anak badung tersebut bersatu kembali dengan sang ibu alias BCL alias Mpok Bung?
            Membaca novel humor dengan tebal 192 halaman ini benar-benar terhibur. Banyak joke-joke segar yang bisa membuat pembaca tersenyum bahkan tertawa lepas. Tak hanya itu, pembaca juga akan menemukan kalimat-kalimat yang sarat hikmah. Misal, “Kalau kita ingin jadi orang baik, yang Maha Kuasa akan ngejagain kita” ( hal 108 ), “ Berdzikir dan berdoa adalah salah satu cara ampuh mengatasi setiap masalah” ( hal 86 )
            Nama Boim Lebon yang telah menulis puluhan serial Lupus Kecil, Lupus Abg, dan novel humor lainnya membuat novel 3Anak Badung di jamin tak mengecewakan.
            Sebagai catatan,  pada halaman 101, ada tebak-tebakan di novelini yang menurut saya kurang segar ( mungkin karena saya sudah pernah mendengarnya )  yakni sebagai berikut
            “Apa bahasa arabnya diam di tempat?”
“Wah, saya nggak tahu”
“Ta’kabur!He..he..”
Secara keseluruhan novel ini cocok dibaca siapa saja. Terlebih untuk para remaja.Selamat Membaca…

<photo id="1" />

Senin, 13 Januari 2014

Allah Mengabulkan Doaku

Minggu, langit gelap pekat. Seperti biasa saya hendak melakukan rutinitas mengantar koran. Setelah mengambil koran dari agen, dengan sepeda saya meluncur untuk mengantar ke para pelanggan. Setelah sampai di area pasar Trayeman, tiba-tiba sepeda saya dijajari tukang becak, tukang becak tersebut nyeletuk " Mas Gir-nya hampir lepas tuh" reflek saya melihat ke bawah melihat gir ternyata benar apa yang dikatakan tukang becak tersebut.

Karena takut gir lepas di tengah jalan, saya berbelok arah mencari bengkel sepeda. Singkatnya uang yang sedianya akan saya pakai untuk membeli majalah pesanan saya pakai untuk biaya ke bengkel. Setelah sepeda beres saya pun mengayuh sepeda yang memang sudah enakan dibanding sebelumnya, menuju rumah-rumah pelanggan.

Langit masih gelap pekat. Tiba-tiba bress hujan turun dengan lebatnya sedangkan saya lupa membawa jas hujan, kalaupun bawa, hujan demikian besar jas hujan pasti tak begitu banyak membantu. Saya pun menepi, berteduh menunggu hujan reda. Lima menit, sepuluh menit, setengah jam, hujan masih turun dengan derasnya. Tiba-tiba saya merasa menjadi manusia termalang di dunia. Rencana pagi hari ini semua berantakan gara-gara hujan yang turun sepanjang hari, gara-gara uang yang seharusnya bisa dipakai untuk membeli majalah terpakai untuk biaya bengkel ditambah lagi kenyataan cerpen- cerpen yang saya kirim tak kunjung dimuat, padahal saya sedang perlu dana, padahal saldo di rekening suangat tipis. Dan padahal lainnya..

Dua hari setelah tanggal kelahiran, yang seharusnya madu, berjalan seperti empedu. Usai salat magrib setelah berdzikir saya langsung pulang meski di musala ada acara maulidan, bukan mengenai setuju atau tak setuju, saya hanya ingin pulang, masuk kamar, merenung. Sesampainya di bilik kecil tempat saya menulis, membaca dlsb tiba-tiba saya teringat saya pernah berdoa, tepatnya berkeinginan kalau punya uang lebih, kalau dapat honor dari nulis cerpen saya akan menservis sepeda biar lebih enak dipakai. Ya, Rabb ternyata Engkau mendengar, menjawab doa hambamu yang daif ini meski dengan cara-Mu.

Tegal, 14 januari. kado untuk diri sendiri

Sabtu, 04 Januari 2014

Nostalgia With Boim Lebon

Minggu pertama desember 2013, saya mendapat sms dari dari nomor yang tak saya kenal. Isinya, Mas Suto, ini Boim Lebon. Tanggal 28-29 ini saya akan ke Tegal. Tentu saja saya tak menyangka dapat sms dari penulis serial Lupus. Serial yang berperan menyemai saya dalam mencintai dunia baca tulis

Jujur, karena senang, saya ingin membalas sms tersebut begini"Mas Boim dapat nomor saya dari siapa?" untungnya yang terkirim ke hape beliau " Oke. Nanti saya sampaikan berita bagus ini ke teman-teman pengurus Flp Tegal yang lain"

Singkat kata, seminggu kemudian, saya, Ali Irfan, dan Eri Fitniati membahas kedatangan penulis serial Faris dan Haji Obet ini di sekretariat Flp Tegal atau lebih tepatnya rumahnya Yustia Hapsari. Di rumah Yus, tersepakatilah mengenai tempat, waktu dan kontribusi untuk peserta yang ingin datang.

Jam setengah dua, tgl 29 Des, saya tiba di gedung BMT Bum, Jl Poso Tegal. Di lokasi sudah ada Ali Irfan dan Eri. Ketika saya datang, Ali Irfan pamit hendak menjemput mas Boim dari rumah mba Yola, di Mejasem.

Tepat jam dua, baru ada 5 peserta yang datang. Begitu mas Boim tiba di lantai dua BMT Bum, acara talks show Menulis Kreatif, pun dimulai.

Mas Boim membuka materi dengan menampilkan slide gambar beliau dengan Giring dan Dude Harlino.Kata mas Boim, foto dengan Giring karena sama-sama keriting, sementara foto dengan Dude karena banyak yang bilang Dude kembaran saya. Geerr..tanpa dikomando peserta yang sudah datang tertawa lepas.

Selain bercerita di awal karir, Mas Boim juga bercerita proses bagaimana buku-bukunya yang rata-rata mengalami cetak ulang.

Pada saat menceritakan proses terbitnya antologi kasih ( royalti di sumbangkan ke Kang Gito Rolies yang kala itu sedang sakit ) Badman Bidin, memori saya terkenang pada tahun 2006. Saat itu, rasanya seperti mimpi bisa bertemu dengan penulis serial Lupus kecil, dan Lupus kecil, serial favorit saya kala SMA. Hampir semua serial Lupus yang ada di perpusda kab tegal sudah saya pinjam, saya baca. Sebut saja Sunatan Masal, Guruku Manis Sekali, Duit Lebaran, Terserang si ehem, kucing kecil bernama Mulan dlsb.

Ohya karena saat menyampaikan materi fun, interaktif  dua jam berjalan begitu cepat. Mba Nurul dari Pemalang mengatakan, dia penggemar Lupus waktu sekolah, dan bisa tertawa lepas saat membacanya, dan tak menyangka kalau ada penulis lain Lupus selain Hilman. Sementara Nurbaini, berujar, saya bersyukur bisa datang di acara ini. Mas Boim menyampaikan ilmunya dengan fun, kocak sehingga tak mengantuk dan merasa terhibur. Tentu saja dapat ilmu kepenulisan yang oke banget.

Tegal 3 Jan 2013.

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna