Kamis, 31 Desember 2015

Resensi Bulan Nararya



               Bulan Nararya
 Bakda Isya. Karena hujan deras turun disertai kilat dan guntur, saya mematikan televisi yang tengah menyuguhkan kontes dangdut yang ratingnya konon berhasil menggeser serial remaja tentang balapan liar dan  manusia jadi-jadian session kedua. Hujan mengajak saya kembali membuka novel Bulan Nararya karya Sinta  Yudisia yang sudah di bab terakhir.
                Beberapa hari lalu, saya juga menggerutu karena quota internet di HP  habis disaat dompet dalam keadaan sekarat. Benar benar sekarat.  Tapi belakangan saya bersyukur karena waktu untuk melihat laman facebook dapat diganti dengan membaca novel Nararya yang sudah beberapa minggu tak selesai-selesai terbaca. Padahal lomba resensi mendekati detlen.
               Bulan Nararya, mengisahkan Nararya atau biasa dipanggil Rara, seorang terapis di sebuah klinik terkenal, milik Bu Sausan. Di Klinik Mental Health Center itu, Rara menangani 3 penderita Schizoprenia. Pak Bulan yang tergila-gila mawar dan purnama, Sania gadis cilik menjelang remaja yang jiwanya terganggu  karena ayahnya pemabuk dan tempramental. Ada pula Yudhistira yang terpaksa tinggal di klinik karena kedapatan mencekik  King, kucing kesayangan Diana, sang isteri.
                Selain dituntut menyelesaikan masalah para kliennya, Rara juga harus menyelesaikan masalahnya dengan Angga mantan suaminya yang telah menikah dengan sahabatnya, Moza. Tak hanya itu, Rara juga masih sering merasa dikejar-kejar mawar yang kerap berubah menjadi genangan darah. Belum lagi Rara juga terperangkap dengan konflik Yudhistira, Diana, dan ibu, kakak-kakak Yudhistira.
               Meski saya tak seemosinal saat saya membaca Rose,( diterbitkan Indiva juga ) saya bersyukur berkesempatan membaca novel pemenang ketiga Kompetisi menulis Tulis Nusantara 2013 yang diadakan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi kreatif RI ini. Karena ceritanya menarik, tokoh-tokoh yang diciptakan Sinta Yudisia di novel ini begitu detail. Selain itu, pembaca sedikit banyak tahu tentang kejiwaan manusia. Bulan Nararya juga mengingatkan saya pada buku-buku Torey Heiden semisal Eliana, Sheila  dan lain-lain.
                Catatan saya pada novel ini, pada halaman 153 ada yang typo, Celama seharusnya selama. Catatan lainnya, di bab terakhir, beberapa halaman belabur sehingga tak nyaman dibaca. Semoga sih teman-teman yang lain yang membaca buku ini tak ada yang belabur.
               
Bulan Nararya yang kental dengan psikologi berbalut dengan bahasa sastrawi membuktikan seorang Sinta adalah penulis yang multigenre. Sinta sukses menulis epik dengan serial Takudarnya, novel remaja berjudul Shopia dan Pink, Novel Religi Roman semisal Lafaz Cinta, Rose dan lainnya, Nonfiksi Hai Pretty, Kitab Cinta dan Patah Hati hingga buku anak bertajuk Janji Cici. Terakhir, kalau teman-teman teman ingin membaca dengan harapan mendapat Value, Bulan Nararya sangat sayang untuk dilewatkan. Selamat membaca

Data Buku
Judul : Bulan Nararya
Pengarang : Sinta Yudisia
Penerbit : Indiva Media Kreasi, Solo
Tahun terbit : akhir 2014
Tebal : 256 hlm

Resensor, Sutono Adiwerna, Ketua Flp Tegal, aktifis RBA Tegal
 

Kamis, 17 Desember 2015

Save Riau ( puisi siswi eskul SDIT BIAS Tegal )

Saya terkesan dengan puisi Inas Qonita di majalah bobo terbaru. Karena sejatinya saya agak iso ngajar jadi lebih nyaman langsung bikin tulisan terus saya kasih cara bagaimana melipat kertas, menulis alamat penerima, menyertakan biodata hingga alamat penulisnya. Simpel tapi jaman sekarang amat berarti. Eh jadi ngelantur. Berikut saya posting puisinya Inas, kelas 5 SDIT BIAS Assalam Kota Tegal

Save Riau 

Telah lama kami menderita
Pagi siang dan malam
Hari telah berganti
terus melangkah, tanpa ada yang peduli



berjuang sendirian melawan sesak
dinginnya pagi dan teriknya siang
bertamabah parah bersama asap hitam
air dari langit belum menetes
walau kami memohon dan terus memohon
Kawan
semoga kalian tak seperti kami
kami berharap di sana tak seperti disini
menderita sesak napas setiap hari
semoga esok tak seperti ini lagi
Inas Qonita, Suradadi, Tegal

Kamis, 10 Desember 2015

Pak Jujur dan Sehelai Uang


            Langit kelabu. Mungkin sebentar lagi hujan turun. Pak Jujur mengemasi koran dan majalah dagangannya. Majalah atau tabloid ia simpan di dalam kios. Sementara koran harian ia masukan ke dalam tas. Biasanya, di tengah jalan ada yang membeli satu atau dua koran. Setelah mengunci kios, Pak Jujur menuju sepeda ontelnya.
            Gerimis kecil mulai jatuh ke bumi. Pak Jujur mengayuh sepedanya dengan tergesa-gesa.
            Bress...rintik gerimis menjadi hujan lebat. Pak Jujur menepikan sepeda dan berteduh di sebuah ruko yang terkunci.
            Saat hendak duduk di tepi ruko, mata Pak Jujur menangkap sehelai uang lima puluh ribuan. Suasana sepi. Pak jujur mengambil uang tersebut. Sebelum ia memasukan ke kantong bajunya, Pak Jujur mengetuk pintu ruko berkali-kali untuk menanyakan perihal uang yang ia temukan. Tapi nihil
            “Mungkin Haji Mustaqim sedang ke Surabaya”ujar Pak Jujur di dalam hati. Sembari menunggu hujan reda, Pak Jujur mengambil sehelai koran dari dalam tasnya dan  menyelami isi berita-berita dari dalam koran
            Tiga puluh menit kemudian, hujan reda. Langit sore dihiasi pelangi yang indah. Pak Jujur memasukan lagi korannya ke dalam rangsel hitam.
            Sebelum ia mengayuh sepedanya, Pak Jujur mengambil uang temuannya, kemudian menyimpulkan kalau uang yang ia temukan adalah uang palsu. Pertama karena uangnya kucel, kedua karena ukuran uannya sedikit lebih kecil dari uang lima puluh ribuan yang Pak Jujur punya.
            Dua kilometer lagi Pak Jujur sampai di rumah mungilnya. Ketika sampai di warteg dekat pasar Trayeman, sepeda Pak Jujur karena cacing-cacing di perutnya sudah main orkes. Mungkin karena tadi pagi tak sempat sarapan.
            “Bu nasi separo sama telur ya..”ujar Pak Jujur sembari mengambil tempat duduk dari kursi plastik
            “Nggih Pak Jujur. Minumnya tawar hangat?”tanya si pemilik warung. Pak  Jujur menjawab dengan anggukan kepala
            Warteg tempat Pak Jujur mengisi perut yang biasanya selalu ramai kali ini tampak sepi. Hanya dirinya dan seorang tukang becak yang sedang makan dengan lahapnya.
***
            “Sampun Bu..nasi separo, telur dan tempe goreng satu. Piro?”tanya Pak Jujur setelah menghabiskan air dari dalam gelas
            “Biasa Pak Jujur, tujuh ribu saja”
            Pak Jujur  mengambil dompet kumalnya, ia hendak membayar dengan uang yang ia temukan. Tapi karena tak tega,maka ia membayar dengan uang sepuluh ribuan yang ia miliki.
            “Suwun Pak Jujur”Si Ibu berkata tulus sembari menyerahkan uang kembalian. Pak Jujur menarik napas lega karena tidak jadi membayar dengan uang palsu itu
Setelah berpamitan kepada pemilik warung, Pak Jujur melanjutkan perjalanannya.
            Ketika sampai di depan toko kelontong di ujung gang menuju rumahnya, Pak Jujur mendadak ingat janjinya pada Laras putrinya yang hari ini sedang mengikuti lomba menggambar untuk membelikan satu set pensil warna
            Setelah memarkirkan sepeda, Pak Jujur masuk toko kelontong dan mencari pensil warna yang dijanjikan. Setelah mendapatkan satu set pensil warna dan buku gambar ukuran besar, Pak Jujur menuju kasir
            Pakai uang temuan itu ah. Toko ini toko besar, pasti rugi lima puluh ribu bukan masalah besar. Pak jujur membatin, sembari mencari uang temuannya dari dalam dompet.
            “Sudah ini saja Pak Jujur?”tanya kasir muda itu ramah.
            “Nngg..iyya. Berapa?” Pak Jujur menjawab dengan tergagap
            “Dua puluh lima ribu Pak”
            Pak jujur lagi-lagi tak jadi memakai uang temuannya untuk membayar. Pak Jujur berpikir, meski di sana tak ada komputer, alat pengecek uang pasti dengan mudah mengetahui siapa pemilik uang palsu itu. Karena saat itu toko kelontong besar itu ndilalah juga dalam keadaan sepi pembeli.
            Pak Jujur mengetuk rumahnya dengan perasaan gundah karena sore ini ia hanya memegang uang Rp 27.500. Padahal harga-harga sedang melambung.
            “Assalamualaikum”
            “Walaikumsalam..”Laras menyambut kedatangan bapaknya dengan riang. Pak Jujur tersenyum,perasaan gundahnya hilang entah kemana.
            “Pak, Laras...”
            “Laras, biarkan Bapakmu mandi dulu dan ganti baju. Ayok bantu Ibu membuat pisang goreng”teriak Bu Sakinah dari dalam dapur.
            “Iya nduk, Bapak mandi dulu ya, ini pensil dan buku gambar yang kemarin Bapak janjikan”kata Pak jujur kemudian.
            Setelah berterimakasih pada bapaknya, Laras bergegas lari ke dapur membantu Bu Sakinah.
            “Bapak kok mandinya lama benar” seru Laras.
“Sebentar kok, kamu saja yang nggak sabaran” jawab Pak Jujur.  Wajahnya lebih bersih pakaiannya wangi pengharum pakaian. Di meja telah tersaji pisang goreng yang masih mengepul.
            “Pak’e , anakmu yang manja itu ceritanya mau pamer habis menang lomba menggambar. Selain piagam, Laras juga dapat uang pembinaan. Tadi Ibu dikasih gadis kecil kita uang seratus ribu. Padahal Ibu sudah bilang uangnya di tabung saja”ujar Bu Sakinah lembut sembari menaruh segelas Teh hangat di meja.
            “Memangnya hadiahnya berapa nduk?
            “Laras juara 2, dapatnya 500rb”
            Alhamdulillah..mata Pak Jujur berkaca-kaca
            “Bapak, nanti habis magrib anterin Laras ke rumah Pak Karso bendahara masjid ya, Bapakkan selalu bilang kalau dapat rejeki jangan lupa sedekah”ujar Laras setengah berbisik. Mata Pak Jujur kali ini benar -benar basah

Nb. Cerpen ini dimuat di majalah Aku Aku Anak Saleh, November 2015
           












Selasa, 24 November 2015

Nabi Musa dan Orang yang Bermaksiat Selama 40th

Suatu hari Nabi Musa dan 70.000 kaumnya berada di suatu tempat untuk salat minta hujan. Ya, kala itu tanah mengering, tumbuhan-tumbuhan meranggas, air bersih susah didapat.

Nabi Musa terheran-heran ia dan kaumnya yang berjumlah 70.000 sudah selesai salat istisqa, jangankan turun hujan, mendungpun tak kelihatan. Siang itu malah semakin terik. Terik sekali

Nabi Musa dan kaumnya dicekam gelisah. Nabi Musa yang punya kelebihan bisa berbicara dengan Allah pun bertanya " Allah, kami sudah salat istisqa, kami sudah memohon kenapa hujan tak kunjung turun. Kenapa?"
Allah menjawab " Hai Musa, diantara 70ribu kaummu itu ada orang yang bermaksiat selama 40th dan dia belum bertobat. Aku akan menurunkan hujan jika orang tersebut keluar dari lapangan ini"

Nabi Musa pun berkata kepada kaummya " Kata Allah, disini ada orang yang telah bermaksiat selama 40th dan belum bertaubat. Satu-satunya cara agar hujan turun, silahkan yang merasa telah bermaksiat 40th dan belum bertaubat keluar dari barisan ini"

Orang orang saling pandang, lirik kanan kiri masing-masing ingin tahu siapa gerangan siapa yang dimaksud Nabi Musa

Sementara dibarisan itu, seorang laki-laki gelisah. Bahasa kerennya galau. Bingung apakah akan keluar dari barisan atau tetap bersama 70.000 orang lainnya. Kalau dirinya keluar, pasti ia sangat malau. Ia tak sanggup aibnya diketahui orang sebanyak itu. Kalau ia bertahan di lapangan, hujan tak kunjung turun, kelaparan akan berlangsung lama lagi.

Laki-laki itu merintih" Allah, akulah hambamu yang nista, aku yang telah bermaksiat  selama 40th dan aku belum bertobat. Aku ingin hujan turun tapi aku tak siap 70rb orang mengetahui aibku Allah. Allah ampuni dosa-dosa hamba. Ampuni"

Lelaki itu terus merintih, meminta ampunan hingga airmata yang suci jatuh dari matanya.

Tiba-tiba langit gelap. Hujanpun luruh. Deras

Karena hujan, padahal dari 70rb itu belum ada yang keluar satupun. Nabi Musa pun bertanya"Allah, kalau boleh tahu siapa yang kau maksud orang yang telah bermaksiat selama 40th itu?"

Allah berkata" Musa, orang itu sudah bertobat. Karena itu Aku jaga aibnya"

 Terinspirasi dari kisah teladan yang disampaikan Oki Setiana Dewi di Islam itu Indah, sebuah televisi


Kamis, 19 November 2015

Inmemoriam Korrie Layun Rampan

Pagi 19 Nov 2015 tiba-tiba di Facebook ada yang menulis berita meninggalnya sastrawan yang sering membuat antologi atau menghimpun cerpen-cerpen dari penulis terkenal. Sastrawan yang telah menerbitkan buku kurang lebih 300 judul ini telah berpulang untuk beristirahat tenang, selama-lamanya. Korrie Layun Rampan, Mutiara dari Dayak demikian julukan buat penulis novel Upacara, Melintas Malam, Percintaan Angin dan lainnya tutup usia.

Awalnya berita itu seperti berita lainnya, tahu dan kemudian saya lupakan. Berapa jam setelah saya lihat berita meninggalnya cerpenis, penyair dan kritikus sastra itu mulai bertebaran di time line saya. Setelah itu, rasa kehilangan, rasa sedih mulai menyusup. Tiba-tiba kenangan masa yang telah terliwat segar dalam ingatan.

Saat SMA, karena jarang punya saku buat ke kantin, kalau istirahat saya lari ke dua perpustakaan. Perpustakaan sekolah dan perpustakaan kab Tegal yang kala itu bersebelahan dengan SMA 3 Slawi, tempat saya menimba ilmu. Di perpusda inilah saya banyak tahu buku, banyak karya sastra. Dari mulai Lupus, Roy, Imung, Cemara, hingga buku-buku sastra karya NH Dini, Iwan Simatupan dan tentu saja Korrie Layun Rampan. Masih segar dalam ingatan, saya pernah pinjam berkali-kali novel Upacara dan Percintaan Angin. Upacara memotret lokalitas Dayak dengan kental. Sedang Percintaan Angin berisi kumpulan cerpen. Warna khas Korrie bagi saya, meski detail setting, tapi enak dibaca.


Lulus SMA, saya masih gila baca. Karena malu datang ke perpus, biasanya saya membeli buku atau majalah bekas. Dari sinilah saya mendapat buku Suara Pancaran Sastra. Entah berapakali saya baca buku ini berulang-ulang. Sst cetakan buku ini th 1982 lho..

Saat membuat cerpen pertama pun, judulnya Bukan mimpi yang terpenggal, saya nyatut sedikit profil Korrie Layun Rampan karena keget. Usia 55th sudah menulis 300 buku. Bukunya beragam dari mulai novel, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, kritik sastra hingga novel anak. Kualitas? jangan ditanya penghargaan atas buku-buku beliau bejibun.

Awal 2014an, saya ke toko buku dan nemu kumpulan cerpen anak, ternyata setelah saya buka, isinya kumpulan cerpen dari majalah Bobo, Kompas Anak dll. Selain cerpen beliau, banyak sekali  penulis cerpen dan puisi anak yang terhimpun di buku ini

Selamat jalan Pak Korrie, Istirahat yang tenang ya, doa kami bersamamu

Kamis, 12 November 2015

Princes Yang Gemar Membaca

Princes Yang Gemar Membaca
Penulis     : Bonita Irfanti
Ilustrator : Cherly Mae
Penerbit : Buah Hati, Imprint Penerbit Lentera Hati, Tanggerang
Cetakan :  Juni 2015
Harga       : Rp. 39.000

Princess Hafshah adalah Princess yang gemar membaca. Dia sering datang ke perpustakaan kerajaan yang terletak di bukit belakang Istana. Biasanya Princess Hafshah  akan berbagi ilmu yang didapatnya dari buku-buku yang ia baca kepada dayang-dayang istana
Suatu hari hujan deras sekali. Padahal saat itu waktunya  Princess Hafshah mengembalikan buku yang ia pinjam dari perpustakaan.
Setelah hujan reda, Princess Hafshah menyuruh Dayang Syifa memanggil  Kusir Hamid untuk mengantar ke perpustakaan. Tak lama kemudian, Kusir Hamid datang dengan tergopoh-gopoh. Bajunya sedikit basah dan sepatunya kotor
Singkat cerita, Princess Hafshah dan Kusir Hamid sampai di perpustakaan.
Sepulangnya dari perpustakaan, ketika sampai di istana, Princess Hafshah dikejutkan dengan kabar bahwa cincin emas raja hilang.
Bagaimana kisah selanjutnya? Siapa sih pencuri cincin raja? Apakah kegemaran membaca Princess Hafshah dapat menjawab teka teki siapa pencuri cincin raja?
Cerita bergambar karya Kak Bonita ini, selain ceritanya seru, cergam ini memakai dua bahasa. Sehingga selain disuguhi cerita, kita juga bias belajar bahasa Inggris. Kelebihan lain buku ini, ilustarasi oleh Kak Cherly Mae cantik-cantik. Jadi dijamin membacanya semakin asyik. Selamat membaca ya…





Selasa, 03 November 2015

Sehat tanpa obat kimia



Judul Buku : Rahasia Ramuan Sehat dari Al-Qur’an
                Penulis : Vanda Nur Arieyani
                Penerbit : Adi Bintang, PT. Zaytuna Ufuk Abadi, Jakarta Selatan
                Cetakan : 1 Mei 2015
                Tebal : 100 halaman
                Harga : 49.500
                ISBN : 978-602-372-010-1
                Setiap huruf dari dalam Al-qur’an mengandung ilmu yang luas. Termasuk ilmu kesehatan. Dari mulai bagaimana cara kita menjaga kesehatan hingga bagaimana cara untuk sehat.
                Buku ini berisi 8 tulisan/bab  mulai dari hidup sehat tanpa kimia, sehat bukan berarti tanpa sakit, tak ada yang Allah ciptakan sia-sia, hingga aneka resep ramuan ajaib
                Sehat tanpa obat-obatan bukan berarti anti dokter dan obat obatan. Tetapi, karena Allah telah menciptakan tubuh kita dengan tentara super canggih bernama antibody yang siap melawan berbagai penyakit. Jadi, seyogyanya penggunaan obat-obatan kimia hanya saat kondisi mendesak dan terdesak
                Siapa yang belum pernah sakit sepanjang hidupnya? Sesungguhnya sehat adalah sesuatu yang bisa kita upayakan dan usahakan, sedangkan sakit adalah sesuatu yang bisa kita cegah dan hindari dengan memperbaiki pola makan dan pola piker
                Tak ada yang Allah ciptakan sia-sia. Termasuk , beragam buah buahan dengan rasa dan aroma yang berbeda meski tumbuh di tanah yang sama
                Buah pisang yang mengandung sukrosa, fruktosa dan glukosa ternyata manfaatnya banyak. Antara lain, menghalau stress dan marah, sumber tenaga, meredakan gejala PMS, Anemia, menjaga kecantikan dan lain-lain
                Buah anggur yang mengandung vitamin C  bisa meredakan batuk,gangguan pernapasan, menyembuhkan wasir dan lainnya.
                Delima bisa mengobati kangker, kontrasepsi alami, melindungi jantung den menurunkan tekanan darah.
                Zaetun bermanfaat merawat kecantikan. Buah kurma sebagai sumber energi, penambah darah. Terakhir, buah tin sebagai sumber kalsium, penangkal kangker , membuat bahagia
                Sayuran di sekitar kita selain teman saat makan nasi ternyata bermanfaat untuk kesehatan lho. Labu menurut Dr.Hembing bisa mengobati tekanan darah tinggi, menurunkan panas, diabetes, dan meningkatkan kekebalan tubuh ( halaman 47 )
                Daun  kemangi menurut ilmuwan muslim Ibnu Sina, berguna mengobati wasir, mabuk dan mimisan ( halaman 57 )
                Jahe selain pelengkap bumbu dan dijadikan minuman hangat, bisa juga untuk mengobati mingren, gatal-gatal dan mabuk kendaraan.
                Dalam Al-qur’an selain buah-buahan dan sayuran yang menyehatkan, ada juga madu dan susu yang dianjurkan di konsumsi agar kesehatan kita terjaga
                Buku berjudul Rahasia Ramuan Sehat dari Al-qur’an  ini, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, mengalir dan enak dibaca. Cocok dibaca siapa saja.  Kelebihan lainnya, di bab terakhir ada aneka resep ramuan ajaib yang patut dicoba agar sehat senantiasa. Selamat membaca…

Peresensi, Sutono Adiwerna, Pembaca buku tinggal di Kab Tegal 
.

Selasa, 27 Oktober 2015

Cerpen di Majalah Ummi, Okt 2015

Jujur  Untuk Selamanya
Oleh Sutono Adiwerna
                Sudah tiga bulan ini, ayah Nino membuka kios buah di depan rumah. Mula-mula kios ayahnya tak begitu banyak yang membeli. Tapi karena ayah Nino ulet, jujur dan ramah, kini kios buahnya semakin banyak pelanggan. Kalau hari minggu, yang membeli malah dua kali lipat dari hari lainnya.
                Karena belum mempunyai karyawan, kalau hari minggu Nino diminta ayahnya membantu di kios buah.
                Seperti minggu ini, Nino bersama ayah-bundanya melayani satu demi satu pembeli yang datang silih berganti. Ada yang membeli jeruk, apel, mangga, anggur. Bahkan stok buah jeruk manis habis bis. Stok jeruk yang tersisa tinggal jeruk kecut yang harganya lebih murah
                Jam di dinding di kios menunjukan jam dua siang. Nino mengelap keringat di dahinya dengan sapu tangan. Sementara ayah-bundanya tengah merapikan letak buah agar enak dipandang dan tidak berantakan
                “ Nin, Ayah dan Bunda sebentar lagi kedatangan tamu, sahabat Ayah waktu sekolah. Apa sebaiknya kios tutup saja?”tanya ayah. Tangannya masih sibuk mengelap buah apel agar nampak mengkilat
                “ Jangan Yah. Kan Pak Ali yang biasa beli jeruk belum kesini. Kasihankan kalau beliau jauh-jauh kesini tapi kios kita sudah tutup” jawab Nino
                “Benar juga kata Nino Yah. Toh kalau ada apa-apa, Nino kan tinggal masuk ke dalam rumah. Iya kan sayang?”timpal bunda. Nino tersenyum sambil membenarkan letak kacamatanya
                Selang beberapa menit kemudian, sahabat ayah Nino datang mengendarai mobil Avanza berwarna hijau toska.
                “Oh ya Nin, kalau Pak Ali datang, bilang kalau jeruk manisnya sudah habis “pesan ayah Nino
                “Ok bos..”jawab Nino mantap
                Angin siang menjelang sore berhembus. Sembari menunggu pembeli yang datang, Nino membaca kumpulan dongeng berjudul Hansel dan Grethel karya Jacob dan Wiliem Grim yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah
                “Assalamualaikum “sapa sebuah suara
                “Walaikum salam” jawab Nino
                “Wah asyik. Baca buku apa nak Nino?”ternyata Pak Ali yang datang
                “Ini Pak, kumpulan dongeng”kata Nino sembari menunjukan judul buku yang tengah dibacanya
                “Wah buku bagus tuh. Dongeng klasik yang inspiratif”
                “Iya Pak. Ohya ada yang bisa saya bantu?”
                “Jeruk manis seperti minggu kemarin masih ada nak Nino?”
                Sebelum menjawab, Nino menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal. Stok jeruk tinggal yang agak masam. Kalau dirinya bilang sebenarnya, nanti Pak Ali tak jadi membeli buah.
                “Jeruk manis yang seperti kemarin masih nak Nino?”tanya Pak Ali lagi
                “Mmm..masih Pak”jawab Nino setengah tergagap
                “Tiga kilo ya Nak Nino “
                “Inggih Pak”
                Setengah bergetar Nino menimbang jeruk masam yang ia bilang manis tersebut
                “Berapa Nak?”
                “54.000 ribu Pak”
                Pak Ali mengeluarkan lima puluh lima ribu dari dalam dompetnya. Ketika Nino hendak memberi kembalian, Pak Ali menolaknya
                Jam menunjukan setengah 4 sore. Karena kios sudah agak sepi, Nino kembali meneruskan kembali membaca Hansel dan Grethelnya.
                “Nino, Pak Ali sudah ke kios?”tanya ayah Nino setelah mengantar sahabatnya yang berpamitan pulang
                “Sudah  Yah. Pak Ali beli jeruk 3 kilo”
                “Kamu kasih harga sebenarnya kan? Kan jeruknya tinggal yang masam-masam”
                “Nggak Yah, Pak Ali nggak cerewet jadi ya Nino kasih harga seperti harga jeruk manis”
                “Aduh...”ayah Nino menepuk keningnya
                “Kenapa Yah? Nino salah ya?”
                “Nggak apa-apa Nin. Tapi lain kali jangan ulangi ya”
                “Iya Yah”
                Sejak hari itu, menurut ayah dan bundanya, Pak Ali tak pernah lagi membeli buah di kios mereka. Setiap ada kesempatan menjaga kios, Nino juga berharap kemunculan Pak Ali untuk meminta maaf. Tapi harapan Nino dan keluarganya sia-sia. Karena Pak Ali tak pernah lagi berkunjung ke kios mereka
                Hari berganti. Kalau kemarin-kemarin yang melimpah buah jeruk, kali ini musim buah mangga. Siang itu, setelah mengganti seragam, salat duhur, Nino langsung bergegas ke kios buah
                Begitu sampai di kios, Nino mendengar percakapan antara ayah dan calon pembelinya
                “Mangga ini kecut atau manis Pak?”tanya calon pembeli. Seorang bapak-bapak. Mungkin seumuran Pak Ali
                “Ada yang kecut, ada yang manis, ada juga yang boleng atau sedikit rusak. Yang bagus-bagus sudah kepilih duluan”
                “Wah berarti saya kebagian sisa ya?”canda si bapak. Ayah Nino tersenyum mendengar candaan calon pembelinya
                “Berapa sekilonya Pak?”
                “Saya kasih diskon. Jadi 7500 perkilo. Biasanya saya jual perkilo 9000 ribu”
                “Boleh deh. 2 kilo saja ya?”
                “Yah kok Ayah jujur amat?”tanya Nino heran. Begitu si bapak pembeli mangga itu berlalu
                “Begini Nin, bohong itu untuk sesaat dan cepat hilang. Kalau jujur itu untuk saat ini dan selamanya dan masa depan”jawab ayahnya kalem
                Nino manggut-manggut membenarkan ucapan ayahnya. Beberapa saat kemudian, si bapak yang beli mangga itu kembali ke kios

                Semoga bapak itu, mau memborong lagi buah di kios ayahnya. Harap Nino dalam hati.

Catatan. Cernak ini versi asli, sebelum di edit majalah Ummi.

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna